Hi Sahabat,
Apakah sebenarnya inner child & gestalt therapy? Anda pernah merasa
"Kenapa ya... aku orangnya sensian begini? Suka tiba-tiba marah,
tiba-tiba sedih disaat yang ngga pas. Kondisiku yang kayak gini
kadang jadi sumber masalah dalam hubungan, pekerjaan bahkan
keluarga".
Kondisi seperti ini bisa jadi timbul akibat pengalaman di masa lalu
kita yang belum tuntas hingga kita dewasa. Untuk dapat menuntaskan,
kita bisa temukan Inner Child dalam diri kita.
Inner Child
Apakah itu? Inner Child merupakan bagian dari diri, kepribadian mini
yang ada pada setiap Child ini terbentuk saat masa kanak-kanak dan
merupakan perwujudan dari pikiran, perasaan sikap dan tindakan di masa
kanak-kanak.
Inner Child ini ada yang tepat dan sesuai konteks namun juga ada yang
tidak tepat sehingga mengganggu kepribadian dan mental hingga kita
dewasa. Gangguan dalam hidup sering dialami manusia akibat Inner Child
yang bermasalah (Wounded Inner Child).
Jadi, apakah Sahabat semua pernah merasakan perasaan yang tidak sesuai
dengan keadaan yang sedang dialami?
Aspek-aspek yang Membangun Kepribadian
Secara garis besar, Inner Child mencakup aspek-aspek yang membangun
kepribadian seseorang sejak masa kecil. Pengalaman dan pengetahuan
yang didapat seseorang di masa kecil itulah yang membentuknya menjadi
orang dewasa.
Sebagai orang tua, kita harus berdamai dengan Inner Child kita yang
mungkin masih memiliki luka yang belum sembuh. Dari luka inilah yang
sering kali membuat kita menjadi “salah jalan” dalam mengasuh anak.
Bisa jadi secara tidak sadar menganggap penyebab luka masa kecil kita
merupakan hal normal sehingga, secara tidak sadar juga kita melakukan
hal tersebut kepada anak dan menganggapnya hal normal.
Tentunya siklus seperti ini akan terus berlanjut ke generasi
berikutnya apabila kita tak temukan dan pahami penyebab luka pada
Inner Child kita agar tidak kembali terjadi kepada si kecil.
Gelombang Otak di Dalam Keadaan Theta
Menurut Dr. Nicole LePera seorang Psikolog Holistik dari
Philadelphia, mengatakan bahwa kelahiran sampai usia 6 tahun adalah
waktu yang paling berdampak dalam kehidupan kita. “Gelombang otak kita berada dalam keadaan theta, mirip dengan
hipnosis. Kita menyerap semua yang ada, yaitu bahasa, cara hidup di
dunia, cara menjalin ikatan dengan figur orang tua kita”.
Ia menambahkan bahwa di usia tersebut, anak-anak menginternalisasi
segala sesuatu yang dialami dan diketahuinya begitu saja tanpa
mempertanyakannya ulang. Berpikir kritis belum terbangun pada usia
tersebut. Sehingga, pada usia tersebut anak juga akan percaya segala
pelabelan yang diberikan padanya.
Misal, label seperti “si cengeng”, “si keras kepala,” atau pesan-pesan seperti, “kamu anak pintar karena dapat nilai yang bagus”. Anak-anak memaknai semua itu sebagai bagian dari dirinya.
LePera juga menjelaskan bahwa semua pengondisian itu membuat
anak-anak dan bahkan sampai ketika mereka tumbuh dewasa akan terbiasa
untuk menyangkal atau menekan bagian dari diri mereka sendiri yang
dianggap tidak sejalan dengan “nilai” yang diberikan oleh orang tua.
Anak-anak akan membawanya sampai dewasa dan menjadi masalah ketika
trauma-trauma tersebut belum disembuhkan.
Dengan memahami ini, Anda bisa melihat betapa pentingnya pengasuhan
sehat yang selalu dapat diterima dan si kecil memahaminya tanpa syarat
serta bisa memvalidasi apa pun perasaan dan keinginan si kecil agar
tidak memberikan trauma di masa depan.